Kamis, 04 November 2021

Sebuah Resensi Picisan : Aksi Massa

 Identitas Buku 

Judul Buku : Aksi Massa

Penulis Buku : Tan Malaka

Penerbit Buku : Penerbit Narasi

Cetakan Tahun : 2013

Tebal Buku : 148 halaman


Ringkasan :

Ada dua tokoh nasional yang melampaui zamannya dalam pandangan saya, yang pertama adalah Presiden ke-4 Indonesia, KH Abdurrachman Wahid atau Gus Dur, yang kedua adalah Ibrahim Gelar Datuk Sutan Malaka atau lebih dikenal dengan Tan Malaka. Gus Dur adalah seorang visioner dibidang reliji atau kerukunan antar umat beragama, sedangkan Tan Malaka adalah visioner dibidang kenegaraan. Beliau tidak lagi bisa disebut pendiri bangsa tapi mungkin bisa disebut inspirator para pendiri bangsa. Bagi saya kelas Tan Malaka disejajarkan dengan HOS Tjokroaminoto. Pemikirannya  menjadi rujukan bagi para pendiri bangsa, bahkan Ir. Soekarno membawa makalah Tan Malaka yang berjudul " Naar de Republiek Indonesia" saat berpidato di Pengadilan Belanda. 

Buku Aksi Massa adalah salah satu pengejawantahan pemikiran beliau dan bukti beliau adalah inspirator para pendiri bangsa. Visinya bagaimana menggerakkan bangsa Indonesia untuk menggoyang pemerintahan Kerajaan Belanda sangat jelas di buku ini, yang bahkan menurut saya masih relevan sampai saat ini jika dikaitkan dengan isu kesenjangan sosial di Indonesia. Di buku ini beliau juga dengan gamblang menarik benang merah isu sosio-kultural dan historikal mengenai bagaimana rakyat Indonesia hingga sedemikian dapat terkungkung dalam agenda penjajahan Belanda dan perbedaan mencolok apa yang terjadi antara pergolakan di Indonesia dengan bangsa-bangsa lain di Asia seperti India dan Filipina.

Yang lebih mengagumkan lagi adalah bagaimana beliau sudah melek data dan mampu menggunakan perbandingan data statistika untuk mengungkapkan bagaimana kesenjangan ekonomi dapat bermuara pada suatu fenomena sosial disaat banyak tokoh-tokoh nasional lain masih bermain retorika dan kata-kata tanpa suatu dasar yang valid. Kemampuan memahami berbagai hal interdisipliner dan visi kenegaraan yang jelas inilah yang membuat Tan Malaka begitu berbahaya bagi pemerintahan Belanda di Indonesia yang sekaligus membuat beliau nampak "kering" bagi banyak masyarakat Indonesia kala itu. Meskipun karya-karya beliau banyak membuat terobosan dan menginspirasi banyak tokoh, beliau sendiri justru kalah pamor dibandingankan misalnya Bung Karno atau Sjahrir. Mungkin hal ini disebabkan beliau lebih sering berada di pengasingan atau bahkan berdiam diri menjauhi kejaran pemerintah Belanda.

Sebagai penutup, buku Aksi Massa ini masih relevan sebagai bacaan di masa sekarang tak hanya sebagai rujukan sejarah dan memahami bagaimana embrio pemikiran Indonesia merdeka tumbuh, juga karena banyak hal-hal yang masih bisa diimplementasikan dalam diri para tokoh politik dan pemimpin Indonesia yang saat ini dikacamata masyarakat mengalami dekadensi moral dan sebagai pijakan bagaimana seorang pemimpin ideal bertindak dan berpikir bagi masyarakat

Kelebihan :

Sebenarnya sebelum saya membuka halaman pertama, saya sudah merasa masih skeptis tentang apa yang akan saya peroleh setelah membaca buku ini. Aksi Massa adalah karya kedua Tan Malaka yang saya baca, sebelumnya saya Madilog yang sampai saat ini belum selesai saya rampungkan. Jujur memahami Madilog amatlah sukar. Diksi, susunan kata sampai istilah yang digunakan sangat berbeda dengan bahasa Indonesia resmi yang digunakan saat ini. Kemungkinan penerbitnya ingin menjaga Madilog seotentik mungkin agar tidak menimbulkan kerancuan makna. Sedangkan setelah membaca Aksi Massa saya lebih dapat memahaminya mungkin karena terdapat alih bahasa yang dilakukan penerbit untuk mempermudah pembaca memahami apa maksud tulisan Aksi Massa.


Kekurangan :

Terkait dengan kelebihannya, sebetulnya menurut hemat saya alih bahasa juga bisa menjadi pedang bermata dua. Meskipun sama-sama menggunakan bahasa Indonesia, bahasa yang digunakan pada karya Tan Malaka aslinya adalah bahasa Melayu era 1910-1930an yang bahkan seorang Soe Hok Gie saja mengalami kerancuan dalam mengartikan banyak istilahnya. Kekurangan yang dapat saya sampaikan adalah jika semua tulisan pada buku ini mengalami alih bahasa sedemikian rupa maka muncul kekhawatiran bahwa makna dan konteksnya bisa saja tidak tepat sasaran atau meleset dari apa yang dimaksud sesungguhnya oleh Tan Malaka. 

Sebagai saran konstruktif sebagai pembaca dan untuk para pembaca lain, mungkin lebih lanjut pembaca dapat mencari buku yang sama dari penerbit lain yang tanpa menggunakan alih bahasa sebagai pembanding atas buku Aksi Massa yang dialihbahasakan oleh penerbit Narasi sehingga dapat memaknai sendiri atas apa yang dituliskan Tan Malaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Gratitude Journal of Bapak Dua Anak #16 : Lagu baru favoritku itu bernama Sunyi

Semakin tua aku Semakinku menyukai lagu yang sunyi hening ditengah hiruk pikuk dunia Diselangi irama celotehan lucu Fleur dan Finix Diantara...