Identitas Buku
Judul Buku : Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (Edisi Revisi)
Penulis Buku : Cindy Adams
Penerbit Buku : Yayasan Bung Karno - Media Pressindo
Cetakan : Tahun 2018
Tebal : 432 Halaman
Ringkasan
"Bung Karno adalah Indonesia", mungkin itu adalah salah satu jargon yang bisa menggambarkan beliau semasa hidup. Begitu identiknya beliau dengan negeri ini sampai apapun yang beliau putuskan semasa beliau menjabat tetap dikaji dan dibahas oleh manusia Indonesia saat ini.
Buku otobiografi ini dibuat di era dimana Bung Karno betul-betul menjadi pemain uatama dalam perpolitikan Indonesia. Kala itu Bung Sjahrir, Bung Hatta, Dr. Radjiman, Mr. Sartono berada dalam senjakala karir politik mereka, sehingga sangat khas bahwa otobiografi ini menampilkan sosok Bung Karno yang tengah memegang "power" di Indonesia.
Buku ini disajikan berurutan mengisahkan sejak beliau lahir, dewasa, masa pengasingan, pernikahan, hingga saat beliau menjabat Pemimpin Besar Revolusi dan Presiden Seumur Hidup, pembaca akan dibawa di Indonesia ke medio tahun 1900 hingga awal 60an. Bagi yang pembaca yang awam sejarah, saya sangat merekomendasikan membaca buku ini ditemani gawai agar bisa segera "googling" untuk mengecek, misalnya, kondisi Bengkulu tahun 1946 agar semakin mudah menginterpretasi dan masuk dalam apa yang dikisahkan Bung Karno.
Sesungguhnya bagi saya tidak mudah menceritakan isi buku ini, karena pada dasarnya saya juga masih belajar mendeskripsikan bagusnya kualitas suatu buku, sama sepeeti menceritakan kelezatan suatu masakan.
Tapi salah satu poin penting yang saya pelajari setelah membaca dan membaca ulang buku ini, jangan terperangkap pada karisma seseorang. Seseorang bisa saja menjadi pemuja fanatik Bung Karno setelah membaca buku ini, kemudian bisa berbalik menjadi pencaci-nya yang hebat setelah membaca buku yang menggambarkan sisi buruk beliau. Bung Karno adalah manusia, tidak luput dari dosa, kekurangan, nafsu dan keinginan terhadap kekuasaan, terlepas dari cinta dan jasa beliau yang tak berperi bagi negeri kita, Indonesia.
Kelebihan :
Bagi pembaca awam yang ingin memahami pemikiran Bung Karno tentunya akan sangat menyukai karya ini, saya teringat betapa merindingnya saya saat beliau mengisahkan pertemuannya dengan seorang petani bernama Marhaen yang menginspirasi beliau untuk menggali ideologi Marhaenisme. Kata-kata beliau yang menggebu-gebu disampaikan ke Cindy Adams dan dituliskan hingga sampai ke kita semua. Antara romantis, pedas, lugas seakan-akan beliau sendiri yang menuturkan ke kita, menyampaikan itu. Membuat kita akan jatuh hati kepada Sang Proklamator itu, kepada pemikiran beliau, kepada cinta beliau pada Indonesia.
Bagi pembaca awam yang ingin memahami pemikiran Bung Karno tentunya akan sangat menyukai karya ini, saya teringat betapa merindingnya saya saat beliau mengisahkan pertemuannya dengan seorang petani bernama Marhaen yang menginspirasi beliau untuk menggali ideologi Marhaenisme. Kata-kata beliau yang menggebu-gebu disampaikan ke Cindy Adams dan dituliskan hingga sampai ke kita semua. Antara romantis, pedas, lugas seakan-akan beliau sendiri yang menuturkan ke kita, menyampaikan itu. Membuat kita akan jatuh hati kepada Sang Proklamator itu, kepada pemikiran beliau, kepada cinta beliau pada Indonesia.
Terkadangpun kita akan merasa tidak memerlukan sisi lain dari cerita beliau, cukup dari apa yang beliau sampaikan, itulah kebenaran yang kita yakini.
Kekurangan :
Saya pribadi lebih menyukai cetakan yang lama (sebelum edisi revisi). Penggunaan kata-kata pada edisi revisi ini lebih diperhalus sehingga terkesan lebih hambar. Bagi beberapa orang yang sudah pernah membaca karya Bung Karno, akan lebih menyukai gaya-gaya tulisan beliau yang lebih lugas dan "galak". Pada bab saat Bung Karno menjelaskan sikap beliau saat diberitakan oleh pers Barat saat kunjungan di Hawai misalnya, pada Edisi Revisi ini dirubah kata-katanya, sedangkan pada versi asli (Edisi Lama) sangat terasa kata-kata pedas, ketidaksukaan serta kritik yang dilontarkan Bung Karno pada pers Barat.
Kutipan favorit :
"Apabila aku telah mencapai sesuatu selama diatas dunia, ini adalah karena rakyatku. Tanpa rakyat aku tidak berarti apa-apa. Kalau aku mati, kuburkanlah Bapakmu menurut agama Islam dan diatas batu kecil yang biasa engkau tulislah kata-kata sederhana : Di sini beristirahat Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia" - Bung Karno