Sabtu, 17 Oktober 2020

Angin Pujaan Hujan X Puan Bermain Hujan


"Datang dari mimpi semalam
Bulan gundah
Bermandikan sejuta cahaya
Di langit yang merah..."

Lagu ini saya dengar pertama kali di kamar kos sahabat saya pada tahun 2011, saat saya mendengarkan lagu ini sekonyong-konyong saya merasa berada dalam awang-awang. Kosong. Sungguh kosong.
Hal itu terulang lagi saat Payung Teduh mengenalkan saya pada Puan Bermain Hujan
"Menjelma bayang bayang..
Dalam hening
Dalam kerinduan
Kudapati puan menangisi hujan
Meratapi hujan"
Saya merasakan ekstase yang hebat dalam hati saya. Anehnya pagi ini saya masih merasakan ekstase itu saat mendengarkan lirik lagu itu.
Lirik yang magis bak sudah dihitung cermat dengan numerologi Kaballah.
Petikan guitalele yang diluar nalar manusia
yang dipangku kontrabass yang berdentam anggun.
Suara Mas Is bak lantunan elf yang abadi saat memuja alam.
"...but this powerfull lyrics, it resonates with me" seperti kata Sin Lasalle dalam film Be Cool.
Mengutip Karen Armstrong, Musik dan Agama sebetulnya berada dalam satu diskursus yang sama, membawa manusia ke dasar hakikat batinnya tergantung bagaimana manusia tersebut mempersonalisasikan Musik atau Agama itu sendiri.
Saat mendengar Angin Pujaan Hujan dan Puan Bermain Hujan saya larut kedalam lagu tsb. Saya merasa mengalami pengalaman batiniah dengan emosi yang meluap. Sebuah ekstase.

Terkadang meluapnya kebahagiaan saat seolah-olah melihat Fleur dan Finix asik bermain ditengah hujan.
Terkadang meluapnya ketakjuban seakan-akan melihat padang gambut luas di kala terbit mentari di tengah Kalimantan.
Terkadang seperti membuncahnya kerinduan saat menatap kerling cantik mata istri saya.
Terkadang  perasaan euforia seolah saat lepas dari borgol dalam gua dan melesat keluar melihat cahaya.
Bahkan terkadang meluapnya perasaan girang riang saya terhadap Tuhan.

Tulisan pendek ini bukan mengenai siapa Payung Teduh, bukan pula mengulas tentang  mengenai sisu musikalitas mereka saat berada di puncak karir bermusiknya.
Tapi ini tulisan mengenai bagaimana saya sangat memuja kedua Mahakarya mereka,  secara subjektif mungkin, sejujur-jujurnya dan se-hiperbolis yang saya bisa.
Angin Pujaan Hujan dan Puan Bermain Hujan adalah puncak dari kejeniusan Payung Teduh, Dua Mahakarya Utama dari kumpulan mahakarya Payung Teduh. 
Angin Pujaan Hujan-Puan Bermain Hujan dan Payung Teduh adalah seperti..
Pieta-Daud dan Michelangelo
Monalisa dan Da Vinci
Godfather dan Francis Coppola
Tetralogi Buru dan Pram
Alfa Romeo Disco Volante dan Touring
Takkan ada yang bisa menjiplaknya
Takkan ada yang bisa mencipta ulang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Molta

O kawan dengarlah dengar Tentang tanah bernama Molta .. Orang kini menyebutnya Lemuria. Lainnya menyebut Atlantis Sebagian sana memanggilnya...